 |
let's Explore TOMIA |
Jalan-jalan kecil nan lengang itu masih kelihatan basah,
sisa-sisa air hujan masih menempel di beberapa dedaunan sepanjang jalan.
Rupanya hujan sudah mulai menyambangi pulau yang konon katanya terbentuk dari
karang purba. Karena proses pergeseran kulit bumi, karang purba raksasa itu
muncul ke permukaan dan terbentuklah sebuah kehidupan baru di pulau yang
terkenal dengan nama Tomia.
Tomia adalah sebuah pulau yang menjadi ruang penting di
jantung Wakatobi. Pulau ini menjadi salah satu gugus kepulauan Tukang besi atau
kini dikenal dengan nama Wakatobi. Banyak orang menyebut pulau ini adalah pulau
karang. Banyangkan saja dari dataran paling rendah hingga puncak dataran
tingginya adalah pucuk-pucuk karang purba. Bahkan di salah satu puncak Tomia
saya menemukan banyak sekali cangkang-canhkang kerang raksasa yang mungkin
sudah berumur ribuan tahun.
 |
Tari Mborira dan Tari Balumpang |
Saya menemukan budaya-budaya unik di Tomia. Ada beberapa
tarian tradional yang saya lihat ketika berada di pulau tersebut. Sebut saja
Tari Mborira, Tari Balumpang dan Tari Eja-eja. Tari Mborira yang dikenal dengan
tarian cari jodoh. Tarian ini biasanya di bawakan oleh beberapa muda mudi.
Konon katanya Tarian ini di pentaskan ketika ada pemuda perantau pulang, dan pihak
keluarga biasanya mengundang beberapa anak gadis di kampung untuk menari
Mborira di hadapan sang pemuda. Jika sang pemuda tertarik maka ia akan
mengalungkan selendang ke salah satu gadis tersebut, sepertinya menarik,
apalagi waktu itu saya saksikan di puncak Tomia dengan latar belakang sunset
yang indah.
Lain lagi dengan Tari Balumpang. Tarian ini sepertinya
tarian religious yang kelihatannya berasal dari daerah jazirah arab sana, jika
di tilik dari ritme musicnya. Tariannya sendiri di tarikan oleh 6 orang gadis
dengan memainkan selendang mereka yang terikat di pinggang. Sarung khas
Wakatobi menjadi seragam mereka.
Sementara atasannya memakai baju seperti baju muslim lengan panjang buat
perempuan.
 |
Tari Eja-Eja di pantai Huntete |
Satu Lagi adalah
Tari Eja-eja. “tarian ini hanya ada di
Tomia mas” celoteh pak Armin ketika saya menanyakan sesuatu tentang Tari
Eja-eja. Ketika saya menanyakan alasannya kenapa, dengan terkekeh beliau
menjawab “ya karena dari dulu itu masyarakat Tomia senang berperang”. Hmmm
tidak heran jika saya menemukan beberapa benteng seperti benteng Patua di
puncak perbukitan di pulau ini.
 |
Puncak Khayangan di kala Petang |
Petang saya habiskan di Puncak Tomia, atau penduduk lokal
sana menyebutnya sebagai puncak khayangan. Pemandangan dari atas puncak ini
sungguh memukau sekali. Di kejauhan saya melihat pulau Tolandona dan beberapa
pulau kecil lainnya. Puncak nya sendiri adalah padang savanna luas. Di beberapa
tempat saya menemukan fosil-fosil kulit kerang raksana (kima). Kalau pernah
menonton film karya anak bangsa yang berjudul The Mirror Never Lies disinilah
lokasi syuting film ciamik itu. Langit puncak Khayangan mulai berwarna warni.
Perubahannya dalam hitungan detik. Sungguh indah sekali lukisan senja kala
itu. Sungguh keajaiban alam yang maha
sempurna.
Malam tidak terlalu banyak aktifitas yang bisa di lakukan di
pulau ini. Mendingan tidur untuk menghimpun tenaga dan bangun pagi guna
menyaksikan keajaiban sunrise di pantai Huntete, pantai indah dengan nyiur
kelapa melambai di sebelah timur Tomia.
 |
Pagi di Huntete |
Pagi Menjelang, Tomia masih terlihat sunyi. Ketika melongok
kan kepala keluar rumah tempat saya menginap saya menghirup udara yang masih
segar. Udara laut yang berpadu dengan oksigen alam membuat paru-paru saya
seolah bahagia lepas dari polusi udara Ibukota untuk beberapa hari. Mobil yang
saya pesan dari pak Armin sudah menunggu. Saya pun bergegas supaya masih bisa
menyaksikan semburat merah pagi di pantai Huntete. Tampatnya agak lumayan jauh
dari daerah rumah penduduk tempat saya menginap didekat pelabuhan. Jalan menuju
ke lokasi pantai nya juga kecil sekali. Mungkin kalau ada dua mobil berpapasan
salah satu harus mundur saking sempitnya jalan.
 |
Pantai Huntete yang indah |
Pantai Huntete pagi itu terlihat sunyi. Air laut masih surut
dan beberapa gerumbul gangang memenuhi bibir pantai. Karena air sedang surut
kita bisa berjalan agak ketengah laut. Namun saya memilih duduk-duduk saya
menikmati indahnya pagi. Eh tapi tidak hanya pesona mentari terbit saja pagi
ini, ada adik-adik kecil sedang menarikan Tarian Eja-eja di pantai ini. Sungguh
pagi yang sempurna di Tomia.
Matahari mulai meninggi, artinya saya harus bergegas kembali
ke rumah dan berkemas. Kapal siang ini akan berangkat pukul 10.00. Waktu
menjelajah saya hampir habis. Memang terkesan singkat karena saya belum sempat
mencicipi ranumnya spot bawah airnya Tomia yang terkenal memabukkan itu.
Marimabu namanya. Suatu saat saya akan kembali kesini untuk mengeksplorasi
bawah airnya. Perjalanan saya akan berlanjut ke pulau kaledupa, pulau yang
konon katanya mempunya sebuah masjid keramat dan Danau Keramat…
sepertinya
menarik.
 |
Fosil Kima Raksasa di Puncak Khayangan |
Labels: Sulawesi, Travel