 |
Ada yang salah gak di foto ini? |
Jika dalam dua artikel sebelumnya saya sudah berasik mahsyuk
dengan indahnya tari-tarian di Tomia, maka dari sinilah petualangan ini dimulai.
Gumpalan awan-awan putih terlihat seperti kapas ketika
psawat baling-baling yang saya tumpang membelah angkasa Sulawesi. Setelah penat
rasanya terbang selama 2 jam dari Jakarta ke Makasar, perjalanan ke Wakatobi
harus di lanjutkan dengan pesawat baling-baling yang hanya 3 kali seminggu.
 |
Pesawat Baling-baling |
Setelah gumpalan awan-awan putih itu hilang, yang terlihat
hanyalah indahnya pulau-pulau kecil di bawah sana. Senangnya terbang dengan
pesawat kecil seperti ini adalah kita bisa menikmati pamandangan dari udara,
karena biasanya pesawat jenis ini tidak terbang terlalu tinggi diangkasa.
“Wellcome to Matahora
Airport Wakatobi” begitulah yang pertama kali saya baca ketika menginjak kan
kaki pertama kali di bumi Wakatobi ini. Saya tergelitik dengan tulisan bahasa
Inggris yang tertulis di papan nama bandara. Apakah ejaan Welcome itu menjadi
dua huruf L nya di pulau keren ini?
 |
Badara Matahora |
Antara senyum geli dan miris, menuliskan selamat datang saja
salah, padahal bandara tersebut adalah pintu masuk para wisatawan mancanegara ke
Wakatobi, mungkin kita harus menggunakana bahasa ibu kali ya
Jarak airport Matahora dengan pusat kota di Wanci ini lumayan jauh, memakan waktu sekitar 30-45
menit. Oh ya kalau mau ke Wakatobi sebelum berangkat pastikan ada yang akan
menjemput di bandara ya, soalnya tidak ada angkutan umum yang melayani rute
Bandara ke Wanci, kalau sedang beruntung ada aja beberapa mobil (jenis avanza)
mangkal disana, nah kalau pas apes seperti saya kemarin, entah penjemputnya
lupa atau gimana sehingga saya terlantar dibandara. Untunglah ada Tati, wanita
Sulawesi yang baik hati memberikan tumpangan, hingga akhirnya selamatkan saya
tiba di Wanci, kota teramai di pulau Wangi-wangi ini.
Wakatobi, aku datang….
 |
Bandaranya kayak rumah tinggal :) |
Labels: Sulawesi, Travel