-->
 |
Tari Eja-eja atau Tari Perang |
Wakatobi adalah surga bagi para penggemar wisata bahari.
Banyak sekali titik penyelaman nan indah di pulau yang namanya diambil dari singkatan
dari 4 pulau besarnya ini. Pertama kali mendengar nama Wakatobi pasti orang
yang masih asing dengan dearah itu akan menganggap namanya mirip sekali dengan
kosakata Jepang. Namun setelah tahu ternyata Wakatobi adalah singkatan dari 4
pulau besar Wangi-wangi, KAledupa, TOmia dan BInongko, pasti kita akan
senyum-senyum sendiri. Kreatif sekali orang yang pertama kali menemukan nama
Waktobi ini.
Hampir 90 persen spesies karang laut dunia ada di Taman
Nasional Wakatobi. Jadi dah kebayang kan betapa indahnya kehidupan bawah laut
nya Wakatobi. Sampai-sampai ada pepatah kalau ke Wakatobi tidak mencicipi dunia
bawah lautnya rasanya kurang Afdhol.
 |
Di pinggir pantai yang indah |
Namun saya justru tidak akan bahas pesona bawah lautnya
Wakatobi, mungkin lain kali. Saya justru tertarik dengan wisata budaya (culture
tourism) yang di tawarkan kabupaten yang
memisahkan diri dari kabupaten Buton pada tahun 2003 dan menjadi
kabupaten sendiri ini. Banyak sekali ragam budaya yang menarik perhatian saya.
Saya ambil salah satu dulu ya, sebut saja Tarian Eja-Eja. Tari Eja-eja
sejatinya adalah tari perang. “tari eja-eja ini hanya ada di Tomia lho mas”
kata pak Arwin dan saya tertarik bertanya balik ke beliau, lelaki paruh baya
warga Tomia yang menemani saya waktu berpetualang di Tomia. “kenapa tari
eja-eja hanya ada di Tomia, ya karena dulu hanya masyarakat Tomia yang gemar
sekali berperang”
 |
Berperang di saat Matahari Terbit |
Namun tarian ini tidak terlalu banyak di ketahui masyarakat
luar. Ketenarannya masih kalah di bandingkan dengan Tarian Lariangi dari
Kaledupa yang konon katanya memang tarian jaman kerajaan Buton. Namun Tarian
ini menggelitik indra penglihatan saya karena di tarikan oleh 20 murid sd pada
saat matahari terbit dan di pinggir pantai yang indah. Nyiur-nyiur kelapa
melambai-lambai seolah ikut manarikan semangat perang dari tarian ini sendiri.
Sementara itu mentari pagi juga memancarkan cahaya hangatnya, menghangatkan
peperangan kecil yang sedang terjadi di pantai pagi buta itu.
Sungguh pengalaman luar biasa sekali bisa menyaksikan satu
dari beribu kebudayaan Nusantara yang butuh uluran tangan kita untuk
melestarikannya. Semoga semangat
bocah-bocah kecil ini menarikan tari Eja-eja juga akan tetap terpatri dalam
sanubari mereka, hingga suatu saat mereka merasa bangga bisa lahir di negeri
yang punya berjuta kebudayaan ini. Semoga.
 |
Foto Bersama mereka dulu |
Labels: Sulawesi, Travel