 |
Selamat tinggal pulau Banyak, saya pasti kembali |
Kapal-kapal nelayan terlihat sibuk merapat ke
dermaga-dermaga kecil di samping sebuah pasar tradisional kecil yang hanya buka
tiap hari rabu. Beberapa nelayan juga memperlihatkan muka bahagia sambil
bersiul kegirangan, sementara di kejauhan tak jarang pula mereka menampak kan
buka kurang bahagia, mungkin hasil tangkapan mereka tidak banyak.
Mentari pagi masih berlindung di balik awan. Semburat
merahnya memantul dari dalam gumpalan-gumpalan awan di ufuk timur.
Karamba-karamba ikan yang berada di depan saya juga terlihat diam membisu.
Damai sekali laut singkil pagi itu.
 |
Pagi di pulau Balai |
Pagi datang mengiringi derap langkah kehidupan masyarakat di
pulau Balai. Semua terlihat mulai mempersiapkan kegiatan rutinitas mereka
sehari-hari. Para ibu rumah tangga juga terlihat membersihkan pekarangan
rumah-rumah meraka sementara suaminya bersiap untuk beristirahat setelah
semalaman mencari ikan di luat. Seperti itulah rutinitas keseharian mereka
berada di pulau kecil seperti ini. Namun kedamaian yang tercipta di pulau ini
membuat saya iri.
Ini adalah hari terakhir saya berada di pulau Balai. Hari terlihat
mulai terang dan saya juga harus bergegas kembali ke penginapan untuk berkemas
dan segera menuju dermaga Ferry untuk berlayar menuju daratan singkil. Citra
mulai mempercepat langkahnya, sementara saya masih asik menikmati setiap sudut
pulau Balai ini.
“foto dulu sini sama bapak”
Bapak pemilik penginapan “putri” yang saya tinggali selama
di pulau Balai mengajak saya berfoto bersama di depan penginapan nya. Setelah
berfoto bareng saya kembali bergegas menggendong carrier saya berjalan menyusuri jalanan kecil pulau Balai untuk
sampai ke pelabuhan Ferry. Tidak jauh sebenarnya jarak tempuh dari penginapan
ke pelabuhan, tapi karena siang itu begitu terik rasanya berat sekali kaki ini
melangkah ha ha.
 |
Penginapan Putri |
KM.TELUK SINGKIL begitulah kira-kira yang saya baca tulisan
di lambung kapal ferry ini. Kapal ini melayari Singkil-pulau Balai hanya sekali
seminggu. Yaitu berangkat dari Singkil tiap hari rabu dan balik lagi ke Singkil
tiap hari kamis. dengan kecepatan rata-rata kapal ini biasanya menempuh rute
pulau Balai – Singkil sekitar 4 sampai 5jam perjalanan.
Suasana kapal terlihat ramai sekali. Ada beberapa ruangan
yang tersedia buat penumpang. Tersedia juga ruang lesehan selain bangku-bangku
yang terhampar untuk tempat duduk penumpang. Klakson kapal sudah berbunyi itu
tandanya kapal akan segera di berangkatkan, dan benar sekali ternyata, tidak
selang berapa lama kapal mulai melayari rute Pulau Balai – Singkil.
 |
Tempat duduk di kapal |
Deru mesin kapal merang di angkasa perairan pulau Banyak.
Sementara itu diantara awan berarak terlihat langit biru yang mempesona. Di
kejauhan pulau-pulau kecil juga masih memancarkan daya tariknya. Seorang bocah
kecil menghampiri saya dan kami pun terlibat dalam sebuah obrolan. Dia ingin ke
Singkil karena ingin menemui temannya dan berangkat bersama bapaknya.
Daratan singkil sudah mulai terlihat, pertanda kapal akan
segera merapat ke dermaga, Citra masih terlihat lelap dalam tidur nya. Beberapa
penumpang sudah mulai bergegas mengemasi barang bawaan nya, bahkan beberapa
sudah hilir mudik turun ke lambung kapal agar ketika pintu kapal dibuka mereka
bisa segera keluar dari kapal.
 |
Dermaga Ferry Singkil |
Sebuah mobil kijang ternyata sudah menunggu kami di dermaga
pelabuhan ferry Singkil. Memang sebelum berangkat dari pulau Balai kami sudah
memesan travel untuk kembali ke medan, dan jemputan dari pelabuhan ke agen
travel ini adalah pelayanan yang termasuk dalam harga tiket yang kami beli.
Setelah memesan bangku dan mengisi perut di sebuah warung di
dekat agen travel, saya tertarik dengan semburat merah langit yang ada diatas
saya. Saya harus kembali lagi ke dermaga pelabuhan untuk menikmati sunset yang
pasti akan terlihat mempesona itu. Namun rasa lelah dan capek ternyata membuat
hasrat memotret saya petang itu surut. Saya hanya menikmatinya dari sebuah café
kecil di pinggir pantai sambil ditemani kelapa muda. Langit terlihat begitu
membara senja itu.
 |
Senja membara di Singkil |
Tepat pukul 20:00 travel yang akan membawa saya ke medan
mulai berangkat. Pak Sopir terlihat begitu cekatan mengemudikan mobil kijang yang
pernah jaya pada masanya dulu ini. Para penumpang sudah mulai larut dalam tidur
nya, tak terkecuali Citra, dia terlihat sudah lelap dalam mimpi-mimpi indahnya
tentang pulau Banyak mungkin.
Tepat pukul 03:00 saya sampai di Brastagi, karena ada
perubahan rencana dan saya ingin menikmati dinginnya Brastagi dan indahnya air
terjun sipiso-piso maka saya akan turun di Brastagi dulu. Travel mencarikan
saya penginapan yang masih membuka pintunya. Alhasil dapatlah sebuah penginapan
yang sudah tertutup pintunya namun lampu-lampunya masih menyala. Kami
memberanikan diri mengetuk pintu pagar, hingga seorang petugas keamanan keluar
membukakan pintu kepada kami.
Setelah nanya-nanya soal harga ternyata penginapan ini
bertarif 250rb permalam. Rasanya sayang banget mengeluarkan uang sebanyak itu
hanya untuk sebuah ruangan yang akan kami gunakan untuk tidur paling lama 2jam,
karena saya akan melanjutkan perjalanan menuju ke airterjun sipiso-piso. Selain
sebagai tempat tidur tentu sebagai tempat menyimpan barang bawaan kami yang
terlihat merepotkan jika harus dibawa ke sipiso-piso.
Bukannya menyambut dengan ramah, si ibu penginapan malah
memarahi kami dan katanya kalau kami jadi menginap pun akan ada biaya tambahan
karena sudah membangunkan dia pagi dini hari begitu, saya yang shock dengan
peraturan penginapan super aneh itu langung berpamitan dan mencari penginapan
lain. Alhamdulillah pak supir punya informasi tentang penginapan murah, dan
setelah melihat kamar dan harganya kami cocok. 100ribu/malam, dan tidak perlu
waktu lama setelah melatakan barang bawaan saya merabahkan diri sembari berucap janji "saya harus kembali lagi ke pulau Banyak" dan langsung
terlelap.
 |
Penginapan Putri |
 |
Dermaga Ferry Singkil aduhai sekali |
 |
Pulau-pulau menebar pesona dilihat dari buritan kapal ferry |
 |
Lesehan |
Labels: Sumatera, Travel