 |
Palambak |
Pagi kembali hadir, dan matahari pagi sudah memecah
keheningan pagi yang terjadi di sebuah pulau kecil. Seorang bapak-bapak yang
saya taksir usianya sudah sangat renta beringsut mendekati saya. Sejenak saya
memperhatikan dari ujung kaki hingga kepalanya. Sedikit curiga menghantui benak
saya, namun begitu saya melemparkan senyum beliau membalasnya dengan senyuman
yang begitu menentramkan.
“Selamat pagi pak, saya tekno dari Jakarta” sapa saya sambil
mengulurkan tangan untuk berjabat kepada beliau ketika kedua tubuh kami sudah
berdekatan.
Sambil berjabat tangan keluar sebuah kalimat yang hingga
saat ini jika teringat saya selalu tersenyum.
“itu kawan mu perempuan ya?” kata seorang bapak yang masih
mengenakan sarung sambil menunjuk citra yang mengenakan jaket merah di
kejauhan.
“Bukan pak itu kawan saya laki-laki” jawab saya sambil
memanggil citra untuk mendekat.
 |
Pagi di Palambak |
Kami bertiga terlibat dalam sebuah obrolan yang hangat.
Bapak ini adalah penjaga pulau Palambak ini. Beliau tinggal di sebuah pondokan
yang di bangun dari bahan-bahan seadanya. Bangunan itu terletak di pinggir
sebuah rawa yang berair coklat. Sehari-hari beliau tinggal di pulau ini
berteman sepi dan dinginya angin laut. Sungguh sebuah pengorbanan yang luar
biasa. Namun bagi saya beliau beruntung, tidak pernah mengalami kemacetan,
kebisingan kota bahkan polusi yang membuat umur kita semakin berkurang.
“apak ke pondok dulu yo” pamit beliau dengan bahasa minang
yang fasih.
Kami pun kembali berjabat tangan dan membiarkan sosok renta
dengan kain sarung lusuhnya itu menghilang ke dalam sebuah pondok sederhana di
pinggir telaga. Asap terlihat mengepul keluar dari atap pondoknya yang terbuat
dari daun ilalang. Saya kembali meneruskan menikmati indahnya pagi di pulau
Palambak. Sementara citra berpamitan untuk berkeliling pulau.
 |
Rawa di samping pondokan si bapak penjaga pulau |
Pulau ini dulunya ramai sekali. Menurut kabar banyak sekali
turis mancanegara singgah dan tinggal di pulau ini. Namun karena konfilk Aceh
dan bencana Tsunami mengakibatkan kunjungan wisatawan berkurang drastis.
Akibatnya beberapa penginapan/cottage yang di bangun oleh BRR di ujung pulau
terlihat lapuk tak terawat. Hanya Lylla cottage ini saja yang masih bertahan.
Itu pun kabarnya akan segera di jual oleh sang pemilik lyla bungalow, Bang
Erwin.
Pagi sudah beranjak, matahari mulai meninggi. Pucuk-pucuk
kelapa terlihat seperti sedang bersendau gurau tertiup angin. Langit juga
terlihat sedang bercengkrama dengan awan. Sementara air laut tidak mau kalah,
riak-riak ombak kecil di kirimkan untuk mencumbu bibir pantai yang bersih.
Sebuah pemandangan pagi yang indah dan menyatu dalam sebuah bentang cakrawala
yang indah.
 |
Di depan tenda |
Saya kembali ke tenda, menyiapkan menu sarapan. Pagi ini
adalah pagi terakhir kami di perairan pulau banyak. Sementara perbekalan
camping masih melimpah. Masih ada beberapa bungkus mie instan dan 2 kaleng
kecil ikan sarden. Saatnya berpesta. Semua makanan sisa kami masak. Setelah
semua matang kami agak kuwalahan menghabiskan semua makanan itu. Citra terlihat
begitu lahap menyantap menu pagi seadanya itu. Secangkir milo panas melengkapi
menu sarapan di pagi yang indah itu.
 |
Menu sarapan pagi |
Setelah sarapan saya kembali mengitari pulau. Awan-awan
putih terlihat berarak. Laut terlihat begitu berkilau memantulkan cahaya
matahari. Ombak-ombak kecil seolah berlari menuju bibir pantai melewati pantai
dangkal yang berair jernih. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi diangkasa
seolah sedang menikmati hangatnya matahari pagi.
“Bang saya keliling pulau dulu ya”
Citra kembali berpamitan untuk berkeliling pulau. berbekal
snorkle set saja, dalam hitungan
menit dia sudah menghilang di balik pohon-pohon kelapa di pantai ini.
 |
Palambak indah di setiap sudutnya |
Saya kembali menyusuri keindahan-keindahan itu seorang diri.
Setelah puas berkeliling menikmati indahnya pulau saya kembali ke tenda.
Ternyata Citra belum ada disana. Saya menunggunya sambil merebahkan diri
kedalam hamock, dan tertidur. Begitu terbangun saya melirik jam di ponsel saya
ternyata saya sudah tertidur hampir 2 jam. Dan saya lihat sekeliling ternyata
sepi. Tidak tampak siapapun disana, tak terkecuali citra. Nah dimana ini anak
ya, apakah dia sedang tersesat atau mengalami suatu hal yang tidak diinginkan
di laut sana.
Benak saya mulai khawatir, mau menyusul takut kami
berlawanan arah, dan Palambak besar bukanlah pulau yang kecil bisa di kelilingi
dalam waktu satu jam an saja. Saya mencoba mencarinya hingga pondokan si bapak
penjaga pulau, namun saya ragu takut kami berselisih jalan karena Citra
memutari pulau, akhirnya saya kembali ke tenda menunggu citra disana sambil
berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengannya. Alhamdulillah Citra akhirnya muncul
dengan senyum culasnya ha ha.
 |
Perahu Bang Sam |
Bunyi musik dangdut melayu kembali meraung-raung di udara,
itu tandanya bang Sam akan segera tiba di pulau ini. Saya kembali menyiapkan segala
hal untuk dikemas. Semua barang-barang saya kemasi dalam waktu singkat. Tak selang
berapa lama bang Sam sudah mendarat ke pulau Palambak besar tetap dengan musik
aduahainya, namun kali ini beliau tidak sendiri. Seorang bocah menemaninya.
Setelah semuanya terangkut kedalam perahu mungil itu, kami
pun melanjutkan perjalanan kembali. Pulau Palambak seolah enggan kami
tinggalkan. Saya sengaja meminta bang Sam untuk sedikit memutar pulau, dan
beliau menyetujui pinangan saya. Perahu odong-odong bang Sam masih
meraung-raung di hamparan pantai dangkal pulau palambak besar.
 |
Palambak Kecil |
Pulau Palambak kecil menjadi tujuan haluan perahu bang Sam.
Pulau nya sendiri tidak sebesar dan seindah pulau palambak besar. Kami tidak
singgah ke pulau itu karena saya pikir akan eksplore pulau-pulau indah lainnya.
Perahu bang Sam hanya mendekat kearah pulau saja, namun tidak merapat.
Perjalanan kembali melewati pulau Rangit, kebetulan air
sedang surut dan pantai-pantainya berkontur bebatuan maka perahu bang Sam tidak
berani merapat, takut lambung perahu mengantuk salah satu bebatuan tajam disana
dan bocor. Saya hanya bisa menikmati keindahan pulau rangit dari atas perahu.
 |
Pulau Rangit |
Namun penantian saya akhirnya berujung bahagia, setelah
melewatkan dua pulau yang tidak kami singahi, akhirnya saya menemukan sebuah
surga kecil terletak tidak jauh dari pulang Rangit. Surga kecil itu adalah
pulau Malelo. Setidaknya begitulah yang saya dengar dari mulut bang Sam. Dulu
pulau ini di tumbuhi oleh pepohonan hijau, namun gempa nias pada tahun 2005
silam sudah menegelamkan pulau ini. Jika pasang pulau kecil pasir putih ini
tertutup air laut, sedangkat jika surut terlihat betul keindahan pulaunya.
Saya meminta bang Sam untuk memutari pulau sekali lagi. Saya
benar-benar di buat takjub denga keindahan maha sempurna di hadapan saya ini.
Sebuah pulau kecil yang tandus, berpasir putih dan berair sebening kristal
terhampar di hadapan saya. Sebuah pesona alam yang jarang saya temukan.
 |
Malelo yang menawan |
Perahu merapat ke salah satu sisi pulau kecil itu. Mungkin
tidak tepat jika di sebut pulau, karena hanya gundukan pasir yang akan
tenggelam jika laut sedang pasang. Beberapa bangkai pohon terlihat meranggas
masih berdiri tegak diatas pasir pulau. Deburan ombak kecil sesekali menghiasi
pasir putihnya yang bersih. Sementara itu langit juga terlihat begitu cerah di
hiasi dengan arak-arakan awan. Matahari bersinar begitu teriknya siang itu.
Bentang cakrawala keindahan yang terbentuk terlihat begitu manakjubkan.
 |
Berjemur katanya |
Citra bergegas menceburkan dirinya ke laut dangkal. Sekedar
berenang-renang terlihat dia sangat menikmati sekali keindahan pulau itu.
Sementara bang Sam seperti biasa setelah menurunkan kami dipulau beliau parkir
perahunya agak ketengah laut, kelihatannya sembari memancing ikan. Saya sendiri
sibuk dengan angle-angle indah fotografi saya. Dari sudut manapaun saya rekam
pulau kecil ini kedalam lensa kamera saya, semua terlihat begitu memepsona.
 |
Puanas tapi bagus |
Panas terik rupanya satu hal yang mengusir saya dari pulau
kecil nan indah itu. Bayangkan saja berada di sebuah pulau kecil di tengah laut
tanpa ada pohon tempat berteduh satu pun. Rasanya seperti terpanggang di bawah
sinar matahari langsung. Sudah cukup lama rasanya kami berada di pulau itu.
Sinar matahari yang menyengat juga sudah puas membakar kulit kami yang sudah
mulai menghitam. Dan kami pun harus melanjutkan perjalanan.
Perahu odong-odong bang Sam kembali mengarungi perairan
pulau banyak. Pulau Panjang ada di hadapan kami. Pulau ini juga masih berupa
kebun kelapa. Mengapa di sebut pulau Panjang karena bentuknya memanjang. Perahu
merapat ke salah satu sisi pulau. Sangat kontras sekali dengan pulau Malelo
yang barusan saya datangi. Di pulau panjang ini terasa rindang sekali karena
banyak pohon kelapa disana. Kami menggelar menu makan siang yang di bawakan
bang Sam tadi. Tetap dengan menu nasi putih sayur dan beberapa kerat ikan asin
balado.
 |
Pulau panjang |
Kali ini saya yang terlihat lahap sekali melumat makanan itu
masuk ke dalam perut. Rasa lapar begitu mendera, ditambah lagi dengan
pemandangan yang super indah dihadapan saya, nafsu makan makin meningkat. Walau
cuma berlauk beberapa kerat ikan asin, makan siang di pulau panjang ini terasa begitu
nikmat.
Pantai-pantai yang ada di pulau panjang ini betul-betul
indah, dan panjang. Rasanya mnarik sekali untuk di jelajahi. Saya dan citra
mulai berjalan menyusuri pantai, sementara perahu bang Sam sudah terlebih
dahulu berada di depan kami. Setelah capek dan cuaca juga sudah mulai terik,
maka kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Pulau di depan pulau panjang
ini juga terlihat begitu mempesona untuk di jelajahi. Saya memberi komando
kepada bang Sam untuk membawa perahu ke arah pulau Tapus-tapus. Bentuknya
hampir menyerupai pulau panjang. Jajaran pohon kelapa terlihat begitu rapat
disana. Pantai-pantai yang terbentuk oleh alam juga terlihat begitu indah.
Semua pantai-pantai pasir putih yang ada dipulau Banyak ini bersih dan putih.
Bagi saya pecinta pantai sepi, ini adalah surga tempat saya bertetirah.
 |
Pulau Rangit |
Sembari pulang menuju pulau Balai perahu melipir ke pulau
Baguk. Pulau ini sangat berdekatan sekali dengan pulau Balai. Kami mengelilingi
pulau ini. Diujung pulau terlihat ada mercusuar kecil yang memandu kapal-kapal
yang hendak berlabuh ke dermaga pulau Balai. Selain kapal Ferry setiap hari rabu
dan jumat, banyak sekali kapal-kapal ikan besar yang berlabuh disini. Terlihat
dermaga pulau Balai ini juga sedang di bangun, mungkin di perbesar supaya lalu
lintas kapal berjalan lancar. KMP Teluk Singkil yang akan membawa saya menuju
singkil besok pagi terlihat sudah
merapat di dermaga.
Barang bawaan sudah turun semua dari perahu. Bang Sam
berpamitan kepada kami. Berkat jasa beliau dengan perahu odong-odongnya saya
bisa menikmati indahnya pulau-pulau kecil di perairan pulau banyak. Setelah
berjanji jika ke Pulau Balai lagi akan menghubungi beliau untuk meminangnya
menjadi discjokie lagi di perahunya, tapi dengan lagu-lagu yang sudah saya
siapkan terlebih dahulu di sebuah media pemutar lagu tentunya. Terima kasih
bang Sam atas bantuannya. Beliau melambaikan tangannya sembari mengemudikan
perahunya menjauhi saya.
 |
Kembali ke Pulau Balai |
Sore masih terasa terik, para pekerja pembangunan pelabuhan
masih terlihat bercucuran keringat. Tuntutan kebutuhan hidup menjadi
penyemangat mereka melakukan perkerjaan ini. Saya dan Citra berjalan beriringan
menuju ke penginapan putri yang terletak tidak jauh dari dermaga, namun dengan
barang bawaan banyak dan berjalan di tengah terik matahari terasa lumayan juga
perjalanan ini.
Setelah meletak kan semua barang bawaan di kamar, saya
bergegas keluar penginapan kembali untuk berburu spot menikmati matahari
tenggelam. Melompat dari satu batu ke batu lain mulai dari dekat dermaga hingga
akhirnya saya menemukan spot paling yahud di dekat bangunan-bangunan sekolah
yang sudah terbengkalai. Dari sana saya bisa menikmati indahnya matahari
tenggelam pulau Balai dengan jelas. Bangkai pohon-pohon kelapa yang meranggas
terlihat begitu cantik dibalut dengan rona senja yang terlihat membara petang
itu.
 |
Senja di pulau Balai |
Senja cepat sekali berlalu, dan malam kembali hadir memeluk
setiap insan penghuni pulau. Saya dan citra meraba-raba mencari jalan pulang,
karena kami kemalaman berada di spot sunset itu dan parahnya lagi tidak membawa
penerangan sama sekali. Tapi dari sisi petualangan, ini lah yang kami cari ha
ha.
Sampai di penginapan saya menyantap makan malam yang
disiapkan oleh penginapan. Makan malam dengan ikan kuah sungguh menggugah
selera sekali. Kami berdua terlihat begitu lahap menyantap hidangan yang ada
dimeja makan. Pak Putri pemilik penginapan hanya tersenyum melihat tingkah
polah kami makan seperti sudah tidak makan selama beberapa hari saja. Setelah
kenyang tiba-tiba kantuk mendera. Kembali ke kamar dan tidur adalah pilihan
yang bijaksana. Dan terlelaplah kami, mengenang kembali hari-hari yang sudah
kami lalui di sebuah daerah yang terletak diujung pulau sumatra ini.
 |
masih senja di pulau Balai |
Daerah yang seharusnya menjadi destinasi wisata menarik bagi
para pejalan yang mendambakan pantai-pantai bersih yang sepi. Daerah yang
seharusnya bisa membantu masyarakatnya menikmati hasil dari pariwisatanya, bukan hanya sebagai penonton di
rumahnya sendiri. Ah angan saya mungkin terlalu tinggi, tapi semoga Tuhan
memeluk angan dan harapan saya. Pulau banyak terlalu sempurna untuk tidak di
jelajahi.
 |
Tenda di teras bungalow |
 |
Lylla Bungalow |
 |
Amazing Palambak |
 |
Pulau Panjang |
 |
Pulau Panjang |
 |
Lylla Bungalow Palambak |
 |
Palambak lagi |
 |
Palambak |
 |
Pulau Panjang |
 |
Pulau Panjang |
 |
Pulau Panjang |
|
 |
Karena ini blog pribadi saya boleh dong narcis dikit ha ha |
Labels: Sumatera, Travel