 |
Umang-umang yang Lucu |
Pagi kembali hadir, namun sunyi masih merapatkan dirinya di
hamparan pulau asok. Laut terlihat tenang seolah sedang berdoa kepada penguasa
alam semesta. Hanya ada pohon-pohon kelapa yang berjajar, termangu dan ikut
merapat dalam keheningan pagi. Suara titik-titik hujan yang dari petang kemarin
menghiasai alunan alam pulau ini juga seolah tidak bersuara. Semua larut dalam
keheningan pagi di sebuah pulau yang damai di perairan pulau Banyak.
Citra sudah tidak ada di dalam tenda ketika mata saya mulai
terbuka. Setelah melongokkan kepala keluar tenda, ternyata dia sedang asik
bermain di pinggir pantai. Memang halaman tenda kami adalah pantai yang indah
dan tenang.
Sambil menggeliat kan badan, saya beranjak keluar dari
tenda. Angin berdesir perlahan menyambut kehadiran saya di luar tenda. Suasana
terasa begitu hening pagi itu. Ombak-mbak kecil juga seolah tidak letih untuk
bertandang ke bibir
pantai dan
membasuh mata kaki saya. Semua terasa begitu damai.
 |
Tenda kami |
Pulau asok adalah sebuah pulau yang tidak terlalu besar, hampir
keseluruhan pulau ini adalah kebun kelapa. Pulau ini di jaga oleh seorang pria
paruh baya. Bahasa padang yang digunakan beliau begitu fasih. Yang membuat saya
sedikit terheran masyarakat di pulau balai dan sekitarnya terdengar fasih
berbahasa Minang. Mereka pergunakan bahasa itu sebagai bahasa keseharian.
Padahal lokasi pulau balai sendiri itu berada di perbatasan antara propinsi
Aceh dan propinsi Sumatra Utara.
Pagi juga enggan beranjak, saya selalu suka berada di suatu
tempat yang rasanya waktu berputar begitu lambat. Saya merasa puas menikmati
segala keindahan yang ada dengan
lambatnya waktu berjalan. Citra mengajak saya berkeliling pulau. Loncat dari
satu pohon kelapa ke pohon kelapa lainya. Namun ada sesuatu yang membuat saya
mengehentikan langkah. Rombongan umang-umang sedang berpesta kelihatannya.
Mereka menggerogoti sabut kelapa bersama-sama. Terlihat mereke begitu lincah
dan menggemaskan sekali.
 |
Damai nya pagi di pulau Asok |
Berkeliling pulau Asok kembali saya lanjutkan. Hamparan
pantai pasir putih terlihat di hadapan saya. Pohon-pohon kelapa yang tinggi
menjulang seolah hendak menggapai langit untuk mencapai kesempurnaan. Gradasi
air laut dari biru gelap ke hijau toska juga ikut menghiasa bentang keindahan
di cakrawala pulau asok ini. Puas berkeliling pulau kami kembali ke tenda untuk
berkemas. Pagi ini kami akan melanjutkan perjalanan mengeliling pulau-pulau
kecil yang indah di kepulauan Banyak ini.
 |
Jernih aka Buening ha ha |
Suara raungan music dangdut melayu sudah terdengar, itu
tandanya bang Sam sang joki perahu odong-odong kami sudah mulai mendekat. Saya
harus bergegas mendekati tenda untuk bersiap. Langit sudah mulai terlihat
cerah. Sebuah pertanda bagus untuk saya dan Citra berkeliling lagi.
Tenda sudah di bongkar, semua peralatan sudah mulai di
kemas, sekarang tinggal menaikkannya kedalam perahu. Bang Sam ikut membantu
kami memasukkan semua perlatan ke dalam perahu. Setelah semua beres kami
berpamitan kepada penjaga pulau. Beliau terlihat melambaikan tanggannya ketika
perhau kami mulai menjauh.
 |
Selamat tinggal pulau Asok |
Pulau Asok makin kelihatan kecil begitu perahu kami mulai
menjauh. Sebuah kenangan sudah terukir di pulau indah itu. Lambat laun perahu
mulai menjauh dari pulau Asok. Pulau Lambodong mulai terlihat jelas di depan
kami. Namun ketika kami hendak merapat ke pulau ini, langit tiba-tiba menjadi
gelap. Mungkin badai besar akan segera terjadi, angin mulai bertiup kencang
sekali. Bang sam tidak berani menambatkan perahunya di pantai karena takut
terhempas ombak. Akibatnya setelah menurunkan kami, beliau kembali ketengah
laut lagi untuk menghindari hempasan ombak.
Di pulau lambodong saya sempat berbincang dengan petani
kopra disana.
“hanya ini yang kami punya mas, kelapa-kelapa busuk yang
tidak laku di jual dipasar”
Sebuah kalimat sederhana yang begitu menampar indera
pendengaran saya. Terucap dengan segala keprasahan. Kami berbincang di teras
gubuk kecil tempat mereka menyimpan kelapa. Dan di sisa-sisa siang itu saya
juga mendengar curahan jiwa ketika peluh-peluh dihatinya bercucuran dengan
derasnya, sedangkan kepalanya pun sedang terperas menyiasati segala cara agar
bisa membeli beras dan menghidupi keluarganya.
 |
Langit gelap di Lambodong |
Langit masih terlihat gelap di ujung sana. Perbincangan kami
terhenti karena kedua petani kopra ini harus bersiap sebelum hujan badai
datang. Saya berusaha memanggil bang Sam sekuat tenaga, namun hentakan music
dangdut melayu sudah memekakan telinganya sehingga beliau tidak mendengar teriakan
saya, tapi alhamdulillah lambaian tangan saya bisa mengirimkan kode kepadanya
bahwa kami minta di jemput.
Baru saja perahu menjauh dari pantai pulau Lambodong, namun tiba-tiba
bang Sam memberikan komando bahwa perahu tidak bisa melanjutkan pelayaran
karena cuaca buruk. Hujan begitu lebat disertai angin. Alhasil kami harus
sembunyi di balik pulau Lambodong untuk menghindari terpaan angin kencang.
Ternyata di tempat perahu bang Sam sembunyi adalah spot yang asik buat
berenang. Kembali saya dan citra berenang di tengah hujan yang mengguyur. Pesona
bawah air pulau ini juga tidak terlalu jelek. Namun jika di bandingkan dengan
pesona pantai-pantainya, tentu pantai-pantai di pulau banyak ini lebih
menakjubkan.
 |
Snorkling di tengah hujan |
Hujan mulai reda, dan angin juga sudah bertiup tidak terlalu
kencang. Tubuh saya juga sudah mulai menggigil menahan dinginnya cuaca. Dengan
lambaian tangan bang Sam menghampiri kami. Setelah semuanya naik keatas kapal
perjalanan pun di lanjutkan. Niatan semua kami akan mampir ke pulau Pabisi
namun karena cuaca tidak mendukung akhirnya perjalanan dilanjutkan langsung ke
pulau Palambak Besar. Di pulau
inilah kami akan bermalam di sebuah bungalow yang dikelola oleh bang Erwin.
Lyla bungalow namanya. Diatas perahu saya dan citra masih menahan dingin di
tengah rintik hujan dan desauan angin laut. Sementara bang Sam masih setia
memutarkan lagi-lagu dangdut melayunya. Tapi lumayan lah kehadiran lagu itu
paling tidak bisa menghangatkan suasana siang yang dingin itu.
 |
Pulau Palambak |
Menjelang pulau Palambak cuaca sudah kembali cerah. Matahari
mulai memancarkan sinarnya. Tapi ternyata kami salah perkiraan. Lyla bungalow
yang tadinya hendak kami inapi ternyata kosong. Tidak ada seorangpun terlihat
disana. Bang Sam sang joki perahu berkelakar di tengah kebingungan kami.
“jarang sekali
ada orang menginap disini, makanya kalau tidak ada turis si erwin pulang ke
pulau Balai”
DAMN artinya kami kembali harus menginap di pulau kosong.
Tidak masalah sebenarnya karena memang kami sudah ada persiapan tenda dan
perbekalan makanan. Alhasil kami harus kembali menginap di pulau kosong.
 |
Deretan Bungalow dan Hamock ku |
Bang Sam berpamitan, perahu odong-odong itu sudah mulai
menjauh. Dentuman lagu-lagu dangdut melayu itu juga seolah hampir menghilang di
gantikan dengan semilir angin laut yang berhembus. Pulau ini terlihat begitu
sempurna sekali. Hamparan pantai memanjang dengan laut dangkalnya membuat saya
jatuh cinta pada pandangan pertama. Deretan bungalow-bungalow sederhana juga
semakin melengkapi keindahan pulau ini. Seperti kebanyakan pulau-pulau di
perairan Singkil ini, pulau ini di tumbuhi oleh ratusan bahkan ribuan pohon
kelapa.
Barang-barang sudah berada di teras salah satu bungalow.
Menu makan siang sebungkus nasi dan beberapa kerat ikan asin balado yang dibawa
bang Sam dari pulau balai menjadi menu makan siang kami. Citra terlihat begitu
lahap, mungkin dia sudah lapar sekali setelah berenang-renang dalam hujan di
pulau Lambodong. Tidak selang berapa lama dari acara makan dia sudah tepar dalam
tidur siangnya diatas pantai pulau Palambak ini. Saya mulai membentangkan
hamock kesayangan untuk menikmati tidur siang dalam buaian angin sepoi-sepoi di
bawah pohon kelapa.
 |
Sunsettt |
Sore menjelang, semburat merah kekuningan menghiasi langit
di hadapan saya. Citra sudah sibuk dengan angle angle extreme nya untuk
mengabadikan pesona matahari tenggelam di pulau ini. Laut terlihat begitu
tenang sekali. Ombak-ombak kecil sesekali terlihat menjilati bibir pantai.
Semua terlihat begitu tentram dan damai. Kamera saya hanya sesekali
mengabadikan moment indah itu.
Malam hadir ketika semburat merah dilangit mulai menghitam.
Namun begitu langit terlihat gelat, rupanya bintang mulai bertebaran. Jujur di
pulau inilah saya bisa melihat bintang bersinar begitu terang dan begitu
banyak. Butiran-butiran debu angkasa seperti nebula juga terlihat begitu jelas.
Namun rasa penat yang begitu menjalar hingga untuk mengambil kamera dan
mengabadikan bintang-bintang itu rasanya malas sekali.
Saya hanya rebahan di
dalam hamock sambil menatap langit yang begitu mempesona hingga akhirnya
terlelap, namun begitu terbangun angin berhembus mulai kencang dan saya harus
pindah ke dalam tenda yang kami bentangkan di teras salah satu bungalow untuk
menghindari serangan nyamuk. Nyamuk di pulai ini sungguh dahsyat,jumlahnya
mungkin ribuan. Saya ingat salah satu sahabat saya seorang petualang ACI pulang
dari pulau ini harus mengidap Malaria, maka tenda pun kami bentangkan untuk
mengahalau nyamuk-nyamun nakal itu. Didalam tenda akhirnya kami bisa tidar dengan
nyenyak menggapai mimpi-mimpi kami yang belum teraih. Semoga.
***
 |
Indahnya Pulau Asok |
 |
Tenda Kami |
 |
Pulau Lambodong |
 |
Sunset palambak |
 |
Bawah laut pulau Lambodong |
Labels: Sumatera, Travel