 |
Hamparan keindahan pasir putih di pulau Banyak |
Pagi seolah enggan beranjak, waktu berjalan begitu lambat di
sebuah pulau yang terletak diantara pulau Simeulue dan pulau Nias ini. Pulau Balai sudah
menggeliat membangunkan para warga nya untuk berkatifitas. Langit terlihat
putih walau terlihat sedikit warna biru di celah-celah awan itu. Enggan rasanya
melemparkan diri keluar dari nyamanya selimut pagi itu.
Bulan oktober hingga januari atau februari bukanlah waktu
yang tepat untuk berkunjung menikmati keindahan pulau Banyak. Berhubung saya
orangnya nekad dan penganut faham “apalah artinya sebuah destinasi bagus jika
perjalanan nya garing dan gak seru untuk diceritana kembali, maka apa yang
terjadi terjadilah. Rencana yang tadinya hendak bepergian ramai-ramai akhirnya
tinggal saya berdua bersama Citra rahman.
 |
Keluar dari pulau Balai di sambut keindahan pulau seperti ini |
Suara dendang lagu-lagu dangdut melayu membahana di sekitar
pelabuhan ferry pulau Balai pagi itu. Saya sibuk mencari dari manakah asal
suara itu, ternyata dari sebuah perahu mungil berwarna hijau milik bang Sam.
Bang Sam adalah penduduk Pulau Balai yang berprofesi sebagai nelayan. Kebetulan
pagi itu beliau menerima pinangan kami untuk mengantar berkeliling ke
pulau-pulau kecil di perairan pulau Banyak.
Sambil melompat saya mendarat ke atas perahu full music itu.
Bang Sam asik membantu kami menaikan kan tas dan barang bawaan kami kedalam
perahu. Perahunya sendiri bukanlah perahu yang nyaman dan beratap. Hanya sebuah
perahu yang tidak terlalu besar serta tidak beratap, hanya bagian belakang
perahu saja yang memiliki atap karena memang sebagai ruang kemudi dan ruang
operator music yang menghentak di perahu itu. Sumber pemutar musiknya sendiri
berasal dari sebuah batere basah (aki) yang terletak tidak jauh dari singgasana
bang Sam di bagian belakang perahu.
Mulai dari lagu-lagu Ratih purwasih, Bang Haji Oma hingga
lagu-lagu Minang yang dikemas dalam irama – irama mengentak menemani sepanjang
perjalanan saya selama berada diatas perahu. Bang Sam terlihat begitu
bergembira, sementara Citra hanya cengar-cengir ketika melihat saya hafal semua
lagu-lagu yang diputar bang Sam ha ha. Deru mesin Robin beradu dengan
pecahan-pecahan ombak yang diterjang kapal serta membaur dengan dendangan
lagu-lagu dari ruang kemudi di belakang ternyata memunculkan sebuah dimensi
tersendiri di indera pendengaran saya. Semua larut dalam kebahagiaan melaut di
perairan pulau Banyak.
 |
Pulau Biawak |
Pulau Biawak yang menjadi tujuan pertama perahu bang Sam ini
terlihat di kungkungi mendung. Makin lama terlihat makin gelap. Namun rasa
penasawan saya makin menjadi untuk melihat lebih dekat pulau itu. Gradasi air
nya terlihat begitu jelas, apalagi di payungi oleh langit gelap yang menambah
kontras pemandangan yang tercipta.
Beberapa bangkai pohon kelapa terendam air. Pohon-pohon
kelapa juga terlihat meliuk condong ke arah laut. Mereka seolah sudah lelah
berdiri tegak terus setiap hari. Gesekan antara dedaunan di puncak pohon
terdengar hingga ketelinga saya. Suaranya merdu dan sangat menenangkan sekali.
Mendung semakin Gelap, itu artinya saya harus bergegas
meninggalkan pulau kecil ini. Dari pulau yang di dominasi oleh pohon kelapa itu
saya beranjak menuju ke sebuah pulau yang sangat di rekomendasikan oleh salah
satu sahabat saya Yunaidi joepoet, untuk menikmati sunset di pulau itu. Pulau Sikandang
namanya, saat ini pulau ini di kelola oleh Simon, seorang bule dari Jerman yang
jatuh cinta sama pulau Sikandang. Nina’s Bungalow, begitu orang-orang mengenal
nama bungalow nya.
 |
Pulau Sikandang |
Pulau ini di kelilingi oleh pasir putih yang lembut.
Pohon-pohon kelapa yang terlihat condong ke laut juga seolah sedang manarikan
tarian alam yang maha sempurna. Saya berjalan menyisir pantai pasir putih yang
sesekali di sentuh oleh riak-riak ombak kecil. Belum puas menyentuh bibir
pantai, riak-riak ombak itu juga seolah menjilati mata kaki saya. Saya melihat
ada rawa-rama kecil di tengah pulau, ini terlihat dari sebuah kanal kecil yang
berair coklat.
Vegetasi pulau ini masih di dominasi oleh pohon kelapa, dan
ini hampir berlaku di 80 persen pulau-pulau kecil yang ada di perairan pulau
banyak ini. Matahari mulai menampak kan sinarnya, langit terlihat sedikit lebih
cerah dari waktu pertama saya datang tadi. Setidaknya saya bisa menikmati
hangatnya sinar matahari di pulau sikandang yang terkenal dengan sunsetnya yang
yahud.
 |
Pulau Balong |
Puas menikmati keindahan pulau Sikandang, Perahu bang Sam mengarah
ke pulau Balong. Jarak antar pulau ini tidak terlalu jauh. Perahu kembali
membelah lautan dan masih tetap memutar lagu-lagu kesayangan nya bang Sam.
Untung saat itu saya tidak menggantinya dengan koleksi emas Glend fredly maupun
kerispatih saya, dijamin jadi acara menggalau berjamaah di tengah laut ha ha.
Haluan kapal kali ini mengarah ke sebuah pulau yang katanya
di tunggui oleh sepasang suami istri. Mereka menjaga kebun kelapa yang ada di
pulau itu. Pulau Balong Namanya. Waktu perahu kami merapat, pulau ini terlihat
sangat sepi. Mendung juga masih setia mengiringi perjalanan ini. Sebuah tiang
pancang perahu mendominasi pantai tempat perahu bang Sam berlabuh.
Pangkal-pangkal pohon kelapa mati juga mengiasi pantai pulau Balong. Perut
rasanya sudah keroncongan sekali, setelah melihat jam di ponsel, ternyata waktu
sudah menunjukan pukul 13:00 itu artinya waktunya makan siang.
 |
Citra sedang menikmati makan siang nya dengan pemadangan yang spektakuler |
Tidak perlu repot-repot memasak dulu untuk menu makan siang
kali ini. Sebungkus nasi dengan sayur lodeh buncis dan beberapa kerat ikan asik
balado cukup mengenyangkan. Apalagi pemandangan yang terhampar dei depan mata
membuat makan siang kali ini terasa begitu nikmat sekali. Riak-riak ombak kecil
yang datang sesekali juga semakin melengkapi keindahan yang sudah ada. Sunyi
dan damai benar-benar saya rasakan berada di pulau ini.
Setelah puas berkeliling saya bergegas naik ke atas perahu
“odong-odong”. Paling tidak begitulah julukan kami akan perahu bang Sam yang
full music seperti odong-odong yang sering beroperasi di komplek-komplek
perumahan. Bang Sam masih setia berprofesi ganda di belakang sana, sebagai
nahkoda perahu dan sebagai Disc Jokie dari lagu-lagu yang di perdengarkan di
perahu. Karena derungan music dan
mesin robin bercampur, tidak jarang saya dan citra harus mengeraskan
pembicaraan supaya satu sama lain terdengar, tapi asli seru sekali perjalanan
laut kali ini.
 |
Merapat ke Tailana |
Tailana, mendengar nama nya saja sekilas seperti nama
seorang perempuan. Saya tidak tahu asal mula nama pulau ini, yang jelas ada
awal tahun 90’an pulau ini menjadi primadona para turis manca negara karena
keindahan pulau dan keanekaragaman hayati biota bawah airnya. Namun karena ulah
oknum nelayan yang tidak bertanggung jawab, berakibat terumbu karang di pulau
ini rusak.
“dulu disini ramai ikan dan karangnya bagus mas, tapi banyak
nelayan datang dari luar pulau banyak menangkap ikan disini menggunakan bom dan
pukat harimau maka seperti inilah Tailana sekarang”
Bang Sam bercerita sedikit tentang Tailana sambil matanya
menerawang jauh, entah apa yang di fikirkan nelayan paruh baya itu.
 |
Bungalow yang buka hanya pada hari libur tiba |
Tailana sekarang sepi, beberapa bungalow yang ada hanya buka
pada masa libur saja. Terlihat beberapa anak kecil sedang bermain di pantai
pulau ini. Ternyata mereka adalah warga pulau banyak yang sedang berlibur di
Tailana. Terlihat bapak nya yang juga seorang nelayan sedang asik di atas
perahu. Anak-anak itu terlihat begitu riang bermain di pasir putih pantai
Tailana yang landai.
Citra sibuk menyiapkan alat snorkle barunya. Sementara saya
asik memotret keindahan pulau ini walau masih di payungi oleh mendung di
beberapa bagian langit. Pohon-pohon kelapa juga masih mendominasi vegetasi
pulau cantik ini. Puas merekam keindahan pulau dalam lembar-demi lembar foto yang terekam dalam memory card
saya, kok rasanya lelah juga. Hamock / ayunan portable yang selalu saya bawa
ketika bepergian saya bentangkan. Ternyata Tailana makin cantik di nikmati
diatas buaian hamock yang tergantung diantara pohon kelapa.
 |
Tenda kami di pulau Asok |
Sore mulai menjelang, itu tandanya saya harus mencari sebuah
pulau untuk mendirikan tenda dan bermalam.
“pulau Asok aja mas kalau mau nenda, bagus disana pulaunya”
bang Sam memberikan saran.
Padahal tadinya saya akan mendirikan tenda di pulau
Sikandang, karena menurut keterangan Yudi, sunset di pulau itu amazing. Tapi
berhubung mendung juga gak kunjung pergi, pasti sunset amazing itu juga gak
akan hadir, makan pulau Asok lah terpilih menjadi tempat saya dan citra
mendirikan tenda dan bermalam. Dalam perjalanan menuju pulau Asok, perahu bang
Sama melewati pulau orongan yang katanya terkenal dengan buaya nya. Untung saja
saya tidak tau dan tidak menceburkan diri disana ha ha.
 |
Pulau Orongan |
Dalam perjalanan dari pulau orongan menuju pulau Asok hujan
mengguyur perahu bang Sam. Ternyata perahu memang tidak ada atapnya, alhasil
semua barang electronik dimasuk kan ke dalam sebuah drybag yang sengaja saya
bawa, sementara tas-tas kami kerudungin dengan sebuah jas hujan yang saya bawa.
Sementara tubuh kami berdua menggigil diterpa angin laut yang kencang di sertai
hujan.
Langit begitu gelap sore itu, perahu bang Sam masih membelah
laut pulau banyak untuk mencapai pulau Asok. Di tengah laut saya sempat melihat
seekor penyu mengapung. Bahagia bercampur menggigil saat itu, namun kebahagiaan
itu seketika sirna karena ketika perahu mendekat sang penyu masih terdiam tidak
bergerak. Ternyata pernyu itu sudah mati, kepalanya terlihat luka bahkan hilang
separuh. Mungkin dia habis berantem dengan sesama penyu lain. Malang sekali
nasibmu penyu.
Hujan masih mengguyur, Angin masih bertiup kencang, musik
bang Sam masih meraung-raung, deru mesin robin juga mulai memekakkan telinga, sementara
saya dan citra masih tetap menggigil duduk diatas perahu ditengah hujan.
 |
Hujan masih mengguyur |
Pulau Asok sudah mulau dekat, deretan pohon kelapa terlihat
rapat. Beberapa bagian terlihat beberapa pohon kelapa yang tumbang. Pulau kecil
ini hampir semua di lingkari oleh bentangan pantai pasir putih yang memukai.
Bang Sam sedikit memutar haluan mencari spot yang pas untuk kami mendirikan
tenda, hingga akhirnya kami menemukan tempat yang terlindung dari angin laut
yang bertiup kencang di malam hari.
Setelah mengeluarkan semua isi perahu (barang-barang bawaan
kami yang buanyak) bang Sam berpamitan untuk pulau ke pulau Balai. Saya sempat
meminjam sebuah golok tumpul miliknya untuk kami berjaga-jaga ataupun di
pergunakan untuk keperluan lain malam nanti.
Sepeninggal bang Sam hujan masih belum berhenti. Bergegas
kami mendirikan tenda dan memasak air untuk membuat minuman hangat di tengah
keadaan tubuh kami yang menggigil. Setelah tenda berdiri Citra langsung
menceburkan diri ke beningnya air laut di depan tenda.
“Hangat bang di sini” begitu teriakan citra dari arah laut
dangkal.
Tanpa pikir panjang saya segera mengikuti aksi nya
menceburkan diri di air laut. Dan ternyata memang benar, meski di atas hujan
angin yang dingin, ternyata airlaut ini masih menyimpan kehangatan untuk kami.
Hari mulai gelap, saya pun bergegas menyiapkan segala hal
untuk bermalam di pulau ini. Tenda sudah berdiri, air sudah mendidih, itu
artinya segelas minuman hangat sudah siap untuk di nikmati. Menghabiskan petang
di pulau kecil itu sungguh sensasi yang luar biasa.
Indomie rebus panas menemani menu makan malam kami. Bekal
nasi bungkus dari warung ibu Gendut di pulau balai juga masih ada. Ikan-ikan
asin yang dibalut dengan cabai dan bumbu-bumbu lainnya seolah teramat sayang
untuk di lewatkan begitu saja, hingga akhirnya dengan tanpa kesadaran penuh
semua makanan itu sudah masuk kedalam perut.
Malam masih di bayangi oleh rintik hujan. Setelah menyimpan
barang-barang ke dalam tenda, maka saya pun bergegas masuk kedalam teda untuk
beristirahat. Sempat melirik jam di ponsel waktu itu masih pukul 19:15 namun
mata ini sudah di dera kantuk yang teramat sangat. Tidak perlu waktu lama kami
sudah terlelap di dalam tenda di pinggir pantai itu sambil menggantungkan
mimpi-mimpi indah tentang pulau Banyak.
Selamat Tidur pulau Asok.
bersambung...
***
 |
Pulau Biawak |
 |
Menuju Sikandang |
 |
Sikandang dengan Nins's Bungalow nya |
 |
Pulau Balong |
 |
Pulau Balong yang sepi |
 |
Hamock ku di kuasai Citra |
 |
Tepar ketiduran kayaknya tuh anak ha ha |
Labels: Sumatera, Travel